Jumat, 13 Mei 2011

contoh Proposal skripsi




ANALISIS SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM MEMILIH MEREK BENIH PADI BERSERTIFIKAT DI KABUPATEN BOGOR




PROPOSAL SKRIPSI



Oleh :
FACHRY RAMADHAN
H34096033


















PROGRAM PENYELENGARAAN KHUSUS EKSTENSI AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITU PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

            Program swasembada beras yang dicanangkan oleh pemerintah melalui peningkatan produksi padi telah membuahkan hasil, yaitu tercapainya swasembada beras pada tahun 2008, 2009, dan 2010 lalu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007 Indonesia masih mengimpor beras sebesar 1,5 juta ton dan diprediksi akan mengimpor beras lagi sebanyak 1,1 juta ton di tahun 2008. Namun, pada tahun 2008 produksi padi Indonesia mencapai 60,28 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), artinya produksi tersebut meningkat sebesar 3,12 juta ton jika dibandingkan produksi pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2009, produksi padi Indonesia mencapai 63,84 juta ton atau naik sebesar 3,51 juta ton dibanding pada tahun 2008. Dengan jumlah produksi pada tahun 2009, Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras sehingga tidak perlu melakukan impor beras, bahkan sebaliknya Indonesia mampu menjadi eksportir beras. Indonesia kembali mencapai swasembada beras pada tahun 2010 dengan produksi mencapai 65,981 juta ton gabah kering giling (GKP), naik sebesar 2,720 juta ton atau naik 3,66 persen dibanding tahun 2009 (Sinar Tani, 2010).
Banyak hal yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung pencapaian program swasembada beras tersebut, dimulai dengan membuat kebijakan-kebijakan terkait dengan program swasembada beras, dilanjutkan dengan melakukan perbaikan pada kelembagaan pertanian di tingkat pemerintah maupun di tingkat petani, hingga kepada hal-hal yang bersifat teknis budidaya. Salah satu kebijakan pemerintah dalam mendukung program swasembada beras adalah melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Dalam program tersebut, salah satu  usaha pemerintah adalah memberikan insentif dengan menaikkan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras, baik di tingkat petani maupun  di tingkat usaha penggilingan melalui Bulog (Sitorus, 2009). Dengan demikian, keuntungan petani dapat meningkat, sehingga muncul kegairahan bagi mereka untuk menanam padi. Sedangkan, untuk kaitannya dengan teknis budidaya, pemerintah telah berupaya meningkatkan teknologi pertanian melalui pengembangan beberapa varietas padi unggul melalui litbang-litbang pertanian. Selain itu, pemerintah juga menggencarkan anjuran penggunaan benih padi bersertifikat bagi petani melalui penyuluh di lapangan serta instansi lain yang terkait dengan kegiatan pertanian. Petani diberi pemahaman bahwa dengan menggunakan benih padi yang tidak bersertifikat, maka produksi yang diperoleh rendah, sehingga akan merugikan petani itu sendiri.
Pada umumnya upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi nasional adalah dengan perluasan areal produksi dan peningkatan produktivitas. Perluasan areal produksi dilakukan dengan menambah areal produksi di wilayah sentra dan mendorong penciptaan daerah sentra baru. Namun upaya tersebut menghadapi kendala seiring dengan tingginya tingkat konversi lahan pertanian untuk daerah perumahan dan industri, maka diperlukan upaya yang kedua yaitu dengan peningkatan produktivitas. Melalui cara tersebut diperlukan adanya penggunaan benih padi unggul dan bermutu.
Benih merupakan salah satu input utama, sekaligus faktor yang cukup dominan dalam menentukan tingkat produktivtas tanaman padi. Benih padi bersertifikat adalah benih padi yang telah melalui berbagai proses, mulai dari penyiapan dan pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman, hingga panen dan pasca panen, serta penyimpanan benih yang dilakukan dengan sebaik mungkin, sehingga diperoleh benih padi yang baik. Oleh karena itu, jika benih padi bersertifikat digunakan oleh para petani, maka mereka akan memperoleh produktivitas tanaman yang tinggi. Menurut beberapa penelitian disebutkan, bahwa 30% - 40% produktivitas tanaman ditentukan oleh faktor benih, selebihnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar benih seperti pupuk, irigasi, pengendalian hama penyakit tanaman, dan lain sebagainya (Sinartani, 2009). Sementara itu, menurut Las (2002) pengaruh benih padi bersertifikat dari varietas unggul bersama pupuk dan air terhadap produktivitas mencapai 75%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan benih padi bersertifikat varietas unggul merupakan kunci peningkatan produksi padi di Indonesia. Di tingkat petani, dampak ekonomis dari penggunaan benih padi bersertifikat adalah meningkatnya efisiensi dan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas (LL.Mustain 2005 ; Podesta 2009).
            Industri benih merupakan salah satu industri yang termasuk ke dalam Sub-sistem hulu (up-stream agribusiness), dimana kegiataan utamanya adalah menghasilkan produk benih bersertifikat dari berbagai varietas tanaman dengan mutu yang tinggi. Industri benih nasional saat ini berperan sangat penting dalam penyediaan benih yang bermutu, unggul dan kontinu untuk memenuhi kebutuhan benih petani. Perkembangan industri benih nasional cukup pesat, hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan nasional maupun asing yang menanamkan investasi di sektor pembenihan baik dengan melakukan pendirian perusahaan pembenihan baru maupun dengan melakukan perluasan kapasitas produksinya. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Sidi Asmon (2010), investasi di sektor benih pada tahun 2010 meningkat sebesar 10 % menjadi 5,5 triliun dibanding tahun 2009. Investasi tersebut digunakan untuk perluasan areal produksi dan peningkatakan kapasitas mesin. Salah satu perusahaan benih yang melakukan investasi adalah PT Sang Hyang Seri (SHS) yang merupakan perusahaan BUMN di bidang perbenihan. Saat ini PT SHS sedang membangun fasilitas baru untuk meningkatkan kapasitas produksinya hingga mencapai 10.000 ton benih per tahun (ICN, 2009). Selain PT SHS, minat investasi juga datang dari perusahaan swasta diantaranya, PT DuPont Indonesia (Pioneer), PT Syngenta Indonesia, PT Bayer Indonesia dan PT BISI Internasional yang berafiliasi dengan grup Charoen Pokhpand. Perkembangan dalam industri benih ini tidak terlepas dari masih tingginya permintaan petani terhadap benih bersertifikat, ditambah saat ini Pemerintah juga sudah mulai memberlakukan adanya kebijakan penggunaan benih bersertifikat kepada petani. Selain itu regulasi yang menetapkan bahwa importir benih sudah harus bisa memproduksi sendiri benih apabila sudah mengimpor selama dua tahun juga mendukung pengembangan industri benih di dalam negeri.
Produksi benih padi konvesional (Non Hibrida) terutama dihasilkan oleh perusahaan BUMN, sedangkan untuk benih padi Hibrida umumnya diproduksi/dihasilkan oleh perusahaan swasta yang memiliki skala usaha yang besar, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan BUMN seperti PT SHS dan PT Pertani untuk menghasilkan benih padi hibrida. Tabel 1 menunjukkan beberapa produsen/perusahaan utama di Indonesia yang bergerak dalam industri benih terutama benih tanaman pangan. Beberapa dari produsen tersebut adalah perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan global seperti DuPont (Pioneer), Monsanto, dan Bayer. Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri benih nasional membuat tingkat persaingan dalam industri ini sangat tinggi. Setiap perusahaan dalam industri ini dituntut untuk berbuat lebih baik agar mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar dari pesaingnya.

Tabel 1 Perusahaan/Produsen Benih Tanaman Pangan di Indonesia

No
Nama Perusahaan /Produsen
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
8
PT Pioneer
PT Triusaha Sari Tani
PT Bayer Indonesia
PT Karya Niaga Beras Mandiri
PT Sumber Alam Sutera
PT Syngenta
PT Pertani
PT SHS
Malang, Jawa Timur




Malang, Jawa timur
Karawang, Jawa Barat
Subang, Jawa Barat
Sumber : Diolah dari Berbagai Sumber

            Di Indonesia, padi merupakan tanaman pangan yang paling utama selain jagung, sagu, dan umbi-umbian. Padi dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama karena padi memiliki sifat produktivitas tinggi dan dapat disimpan lama (Taslim dan Fagi 1988 dalam Saheda 2008). Kesesuaian agroklimat Indonsia menyebabkan tanaman padi dapat tersebar di hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sentra penanaman padi di Indoneisa meliputi beberapa daerah yaitu, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Persentase produksi padi di provinsi sentral tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2  Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi


Provinsi
Jenis Tanaman
Tahun
Luas Panen(Ha)
Produktivitas(Ku/Ha)
Produksi(Ton)
Indonesia
Padi
2009
12 883576 
49,99 
64 398 890 
Aceh
Padi
2009
359 375 
43,32 
1 556 858 
Sumatera Utara
Padi
2009
768 407 
45,91 
3 527 899 
Sumatera barat
Padi
2009
439 542 
47,91 
2 105 790 
Riau
Padi
2009
149 423 
35,57 
531 429 
Jambi
Padi
2009
155 802 
41,40 
644 947 
Sumatera Selatan
Padi
2009
746 465 
41,87 
3 125 236 
Bengkulu
Padi
2009
132 975 
38,37 
510 160 
Lampung
Padi
2009
570 417 
46,88 
2 673 844 
Bangka Belitung
Padi
2009
8 063 
24,64 
19 864 
Kepulauan Riau
Padi
2009
144 
29,86 
430 
DKI Jakarta
Padi
2009
1 974 
55,79 
11 013 
Jawa Barat
Padi
2009
1 950 203 
58,06 
11 322 681 
Jawa Tengah
Padi
2009
1 725 034 
55,65 
9 600 415 
DI Yogyakarta
Padi
2009
145 424 
57,62 
837 930 
Jawa Timur
Padi
2009
1 904 830 
59,11 
11 259 085 
Banten
Padi
2009
366 138 
50,50 
1 849 007 
Bali
Padi
2009
150 283 
58,47 
878 764 
Nusa Tenggara Barat
Padi
2009
374 279 
49,98 
1 870 775 
Nusa Tenggara Timur
Padi
2009
194 219 
31,27 
607 359 
Kalimantan Barat
Padi
2009
418 929 
31,05 
1 300 798 
Kalimantan Tengah
Padi
2009
214 480 
26,98 
578 761 
Kalimantan Selatan
Padi
2009
490 069 
39,93 
1 956 993 
Kalimantan Timur
Padi
2009
146 177 
38,01 
555 560 
Sulawesi Utara
Padi
2009
114 745 
47,85 
549 087 
Sulawesi Tengah
Padi
2009
211 232 
45,14 
953 396 
Sulawesi Selatan
Padi
2009
862 017 
50,16 
4 324 178 
Sulawesi Tenggara
Padi
2009
98 130 
41,51 
407 367 
Gorontalo
Padi
2009
48 042 
53,48 
256 934 
Sulawesi Barat
Padi
2009
64 973 
47,82 
310 706 
Maluku
Padi
2009
21 252 
42,29 
89 875 
Maluku Utara
Padi
2009
13 711 
33,73 
46 253 
Papua Barat
Padi
2009
10 486 
35,27 
36 985 
Papua
Padi
2009
26 336 
37,41 
98 511
Sumber : BPS, 2011

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia yang memiliki potensi luas lahan sawah yang cukup besar yaitu sebesar 1,9 juta Ha dengan hasil produksi yang tinggi mencapai 11,3 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Pada tahun 2010 areal pertanian di jawa barat meningkat hingga mencapai 2,03 juta Ha dengan produksi padi mencapai 11,855 juta ton GKG (Antara 2010 ; Suganda 2010). Produksi padi di Jawa Barat merata di beberapa daerah termasuk Kabupaten Bogor (Tabel 1).

Tabel 2 Data Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi di Propinsi
Jawa Barat Pada Tahun 2009

No
Kabupaten/Kota
Luas Tanam/Ha
Luas Panen/Ha
Produksi/Ton
Produktivitas/Ton per Ha
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majalengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung barat
Kota bogor kota sukabumi
Kota bandung
Kota cirebon
Kota bekasi
Kota depok
Kota cimahi
Kota tasik
Kota banjar

88.267
150.209
149.515
73.524
140.221
127.734
111.252
63.291
88.934
101.194
81.705
235.408
192.749
43.152
196.635
112.677
45.502
1.364
3.636
2.448
732
797
735
643
15.051
6.517
85.147
144.499
144.026
75.891
135.104
120.254
107.575
61.068
86.187
97.204
78.143
226.568
184.585
41.662
182.425
105.825
43.847
1.269
3.625
1.897
656
1.013
793
504
14.252
6.184

500.686
796.502
766.039
443.507
785.374
724.703
675.637
348.093
509.729
568.955
437.192
1.321.016
1.105.550
231.285
1.067.691
620.868
243.570
7.112
22.687
10.897
3.643
5.678
4.596
2.933
80.844
37.895

58,80
55,12
53,19
58,44
58,13
60,26
62,81
57,00
59,14
58,53
55,95
58,31
59,89
55,51
58,53
58,67
55,55
56,04
62,58
57,44
55,53
56,05
57,96
58,19
56,72
61,28


JUMLAH
2.033.892
1.950.203
11.322.682
58,06
      Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat (2010)


Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra penanaman dan produksi padi dengan lahan pertanian untuk pertanaman padi mencapai hingga 88.267 Ha. Pada tahun 2009, total produksi padi di Kabupaten Bogor adalah sebesar 500.686 ton atau 4,4 Persen dari total produksi Jawa Barat. Apabila dilihat dari sisi produksi tersebut, Kabupaten Bogor memang menghasilkan padi yang masih relatif lebih rendah dibandingkan daerah lain, namun potensi pengembangan produksi padi di Kabupaten Bogor masih cukup besar terutama dengan adanya pencanangan program revitalisasi pertanian khususnya bagi komoditas padi yang telah menjadi salah satu program unggulan dari pemerintah daerah di Kabupaten Bogor. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan produksi padi di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor juga memiliki keunggulan terkait dengan posisi yang strategis sebagai derah penyangga ibukota Jakarta. Meskipun saat ini Kabupaten Bogor sedang mengalami beberapa permasalahan pertanian, salah satu diantaranya menyangkut penyempitan lahan untuk pertanian akibat adanya alih fungsi lahan menjadi bangunan perumahan dan sebagainya, namun Kabupaten Bogor tetap memiliki potensi untuk pengembangan produksi padi yang cukup besar, yaitu dengan pemanfaatan lahan tidur yang terdapat di sejumlah wilayah di Kabupaten Bogor. Luas lahan tidur yang ada di wilayah Kabupaten Bogor adalah sebanyak 8.250 Ha, lahan tidur tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Selain itu, Kabupaten Bogor mempunyai agroklimat yang mendukung serta SDM yang mencukupi untuk mengembangkan tanaman padi. Kabaputen Bogor memiliki beberapa wilayah sentra penanaman padi yaitu kecamatan Ciriu, Jonggol, Darmaga dan Tanjung sari.
Kabupaten Bogor merupakan daerah penyangga wilayah Jabotabek terutama daerah Ibukota Jakarta, sehingga memiliki akses pasar yang lebih dekat dibandingkan daerah sentra padi yang lain. Oleh karena itu, produksi padi di Kabupaten Bogor saat ini dituntut untuk berdaya saing tinggi, sehingga harus diawali dengan penggunaan benih bermutu dan bersertifikat agar produktivitasnya meningkat. Penggunaan benih yang baik adalah salah satu unsur pendukung yang menentukan tinggi rendahnya produksi. Sebaran penggunaan varietas padi yang umumnya banyak digunakan di Jawa Barat terutama di Kabupaten Bogor adalah varietas Ciherang, IR-64, cigeulis dan Situbagendit (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2010).
            Seiring dengan meningkatnya pengetahuan petani mengenai benih padi unggul dan bermutu tinggi, menuntut setiap produsen/perusahaan benih padi baik BUMN maupun swasta untuk menghasilkan benih padi bersertifikat yang bermutu dan berkualitas tinggi. Setiap produsen tersebut harus dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh petani agar setiap produk yang dihasilkan sesuai dan tidak bertentangan dengan harapan petani. Oleh karena itu, penting bagi setiap produsen untuk mengetahui selera dan keinginan petani agar mereka mau memilih produknya. Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian dan sikap petani terhadap produk benih padi yang beredar di pasaran berdasarkan penilaian mereka terhadap berbagai atribut yang ada pada produk.

1.2 Perumusan Masalah

            Permintaan terhadap benih padi bersertifikat semakin meningkat seiring naiknya kebutuhan petani akan benih bermutu untuk digunakan agar produktivitas pertanamannya tinggi. Menurut data ICN (2009) pada tahun tahun 2008, volume produksi benih padi bersertifikat mencapai 177 ribu ton, jumlah ini kurang lebih hanya mencapai separuh dari kebutuhan benih padi nasional yang mencapai 360 ribu ton per tahun pada lahan padi nasional seluas 12,66 juta Ha. Kemampuan industri benih padi di Indonesia untuk memenuhi total kebutuhan benih nasional baru mencapai 47%. Artinya, lebih dari setengah kebutuhan benih padi nasional (53%) dipenuhi oleh benih nonsertifikat bermutu rendah yang dihasilkan petani dan penangkar lokal. Agar swasembada beras meningkat, atau sekurangnya bertahan, mayoritas dari pangsa 53% itu harus diisi oleh produk benih bersertifikat. Masih tingginya permintaan tersebut menjadi peluang bisnis sehingga menarik perhatian beberapa perusahaan baik BUMN maupun swasta untuk mendorong investasinya di sektor perbenihan. Hal ini membuat banyak bermunculan merek benih padi yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan/produsen benih baik BUMN maupun swasta dengan harga, mutu dan kualitas yang berbeda-beda. Banyaknya produsen yang menghasilkan benih padi bersertifikat menyebabkan konsumen (petani padi) menjadi lebih bebas memilih produk benih padi yang akan digunakannya, sehingga membuat tingkat persaingan dalam industri semakin ketat. Setiap perusahaan/produsen berlomba-lomba untuk memasarkan produknya dan dituntut lebih baik dari pesaingnya agar dapat diterima pasar.
PT SHS dan PT Pertani adalah perusahaan BUMN yang merupakan salah satu produsen utama dalam industri benih terutama dalam menghasilkan benih padi unggul bersertifikat. Produk dari kedua perusahaan tersebut merupakan produk yang saat ini banyak digunakan oleh para petani padi, terutama untuk sebaran petani padi di daerah Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bogor.  PT SHS memproduksi benih padi unggul (konvensional) kelas SS maupun ES dengan jumlah varietas sebanyak 25 buah. Beberapa varietas baru yang diproduksi SHS adalah Fatmawati dan Gilirang. PT SHS juga melakukan pemurnian dan penjualan benih padi varietas lokal unggulan dan memproduksi benih padi hibrida yakni varietas Makro dan Rokan. Sedangkan PT. Pertani melepas benih padi hibrida yakni PP1, PP2, dan MARO.
            Seiring dengan perubahan waktu, umumnya para petani yang berada di daerah Kabupaten Bogor semakin selektif dalam penggunaan benih unggul dan bermutu. Mutu benih terdiri dari banyak atribut atau sifat benih yang meliputi varietas, ketahanan terhadap infeksi penyakit dan hama, viabilitas, vigor, kerusakan mekanis dan lain-lain. Hal ini membuat para produsen harus mampu untuk menyediakan benih padi dengan mutu yang sesuai dengan keinginan petani. Ditambah lagi kecenderungan beberapa petani yang lebih memilih untuk menggunakan benih padi hasil budidaya mereka sendiri, jika dibandingkan dengan menggunakan benih bersertifikat. Petani menganggap harga benih bersertifikat relatif lebih mahal, sehingga mereka cenderung memilih untuk menggunakan benih padi hasil pertanamanya sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya berbagai pertimbangan tersebut, maka pihak perusahaan/produsen harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai perilaku konsumen. Pengetahuan akan petani perlu dimiliki agar setiap keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan harapan petani.  
            Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
  1. Bagaimana tahapan proses pengambilan keputusan pembelian petani terhadap benih padi bersertifikat di Kabupaten Bogor?
  2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani terhadap pemilihan merek benih padi bersertifikat di Kabupaten Bogor?
  3. Bagaimana sikap petani terhadap atribut benih padi PT SHS dan PT Pertani di Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian
            Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah :
  1. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan pembelian petani terhadap pemilihan merek benih padi bersertifikat
  2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani terhadap pemilihan merek benih padi bersertifikat
  3. Menganalisis sikap dan prefrensi petani terhadap atribut produk benih padi PT SHS dan PT Pertani

1.4 Manfaat Penelitian
            Penelitian ini diharapkan menjadi :
  1. Media belajar dan bahan informasi bagi kalangan akademik dan petani.
  2. Bahan masukan bagi produsen benih dalam kaitannya untuk meningkatkan pangsa pasar dan menghadapi persaingan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
  1. Produk yang dikaji adalah benih padi
  2. Objek penelitian hanya dilakukan pada petani padi di Kabupaten Bogor
  3. Penelitian ini difokuskan kepada analisis sikap dan faktor-faktor dalam proses pengambilan keputusan petani untuk memilih merek benih padi dan dianalisis  berdasarkan teori perilaku konsumen.




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perilaku, Sikap dan Preferensi Konsumen Dalam Pengambilan Keputusan
Proses pembelian suatu produk dimulai ketika suatu kebutuhan mulai dirasakan dan dikenali oleh konsumen. Ketika melakukan pembelian, konsumen sangat dipengaruhi oleh preferensinya akan suatu produk. Preferensi terbentuk oleh suatu persepsi dan berhubungan dengan harapan konsumen terhadap produk tersebut. Preferensi konsumen dapat diidentifikasikan sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk. Suatu produk pada umumnya adalah kumpulan atribut. Atribut produk dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen suatu produk. Konsumen melakukan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut suatu produk dan pada akhirnya dapat memberikan kepercayaan terhadap produk tersebut. Friza (2007) mengungkapkan bahwa sikap konsumen KFC terhadap produknya lebih baik yaitu dengan total skor 104.78 jika dibandingkan sikap konsumen A&W terhadap produknya dengan skor 93.92. Hal ini terjadi karena porsi, paket promosi dan harga yang diterapkan oleh A&W kurang sesuai dengan harapan konsumen. Sedangkan sikap konsumen KFC terhadap atribut restoran KFC adalah baik yaitu dengan total skor 232.62 dan penilaian sikap konsumen A&W terhadap atribut restorannya juga baik yaitu dengan total skor 223.93. Nilai tersebut menunjukkan responden restoran KFC dan A&W merasa telah puas terhadap atribut restoran yang diberikan oleh kedua restoran fast food tersebut.
Teori preferensi konsumen dapat digunakan untuk menganalisis kepuasan konsumen. Apabila kinerja suatu produk berada dibawah harapan, maka konsumen tidak puas dan sebaliknya apabila kinerja melebihi harapan, maka konsumen akan sangat puas. Penelitian mengenai kepuasan konsumen menjadi topik sentral dalam dunia riset pasar dan berkembang pesat. Yunita (2007) mengungkapkan bahwa kepuasan konsumen terhadap benih jagung hibrida PT. PERTANI (Persero) berada pada atribut kuadaran II yaitu harga, ukuran tongkol, dan produksi panen. Sedangkan menurut Saheda (2008) kepuasan konsumen terhadap benih padi pandan wangi juga terletak pada kuadran II yaitu pada hasil produksi, daya tumbuh, tahan rebah, kualitas beras, warna beras, tekstur nasi, dan aroma nasi. Kedua penelitian tersebut sama-sama menunjukkan bahwa kepuasan konsumen berada di kuadran II pada analisis IPA.
Proses pembelian dimulai pada saat konsumen menyadari adanya kebutuhan. Dalam melakukan pembelian tersebut, seorang konsumen akan dihadapkan pada dua atau lebih alternatif pilihan. Pilihan mana yang akan dipilih oleh konsumen dipengaruhi oleh adanya kebiasaan dalam membeli. Kebiasaan dalam membeli diwujudkan oleh tahap proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen baik mental maupun fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Melaty (2005) dan Friza (2007), menunjukkan adanya perbedaan mengenai tahap proses pembelian konsumen antara konsumen restoran Imah Hejo dan konsumen restoran fast food (KFC dan A&W), hal ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik jenis restoran di antara kedua restoran tesebut. Melaty (2005) menjelaskan bahwa pada tahap pengenalan kebutuhan, alasan utuk membeli di restoran Imah Hejo adalah rasa menu dan manfaat yang ingin diperoleh adalah kepuasan menu. Pada tahap mencari informasi,mengenai restoran Imah Hejo sumber informasi utama adalah saudara atau teman dimana fokus utama informasi adalah variasi menu dan promosi. Pada tahap evaluasi alternatif konsumen akan pindah ke tempat lain jika restoran Imah Hejo tutup, konsumen akan tetap melakukan pembelian walaupun harga naik dan pertimbangan awal untuk membeli adalah kenyamanan. Pada tahap keputusan pembelian, konsumen melakukan pembelian secara terencana, hari libur, siang hari dan bentuk promosi yang diinginkan lebih pada variasai menu. Pada tahap akhir evaluasi, konsumen merasa puas, sehingga akan melakukan pembelian ulang dan merekomendasikan Imah Hejo ke orang lain.
Sedangkan Friza (2007) mengungkapkan bahwa tahap proses keputusan konsumen KFC dan A&W terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan yaitu alasan konsumen KFC dan A&W memilih makan di fast food adalah rasa makanannya. Tahap pencarian informasi terdiri dari responden A&W yang mengetahui informasi fast food ini dari brosur, sedangkan responden KFC dari televisi. Responden KFC dan A&W memilih restoran fast food karena cita rasa makanannya. Lamanya masing-masing responden mengetahui mengenai restoran fast food adalah tiga tahun. Tahap evaluasi alternative terdiri dari responden dalam memilih restoran KFC dan A&W adalah karena selera. Alasan responden kedua restoran memilih makan di restoran fast food adalah karena harganya terjangkau. Proses pembelian terdiri dari responden yang rata-rata berkunjung ke restoran fast food sebulan sekali. Umumnya responden berkunjung ke restoran fast food bersama orang lain. Hampir sebagian besar responden kedua restoran memilih pergi ke restoran fast food bersama teman. Biaya yang dikeluarkan untuk sekali makan di restoran fast food adalah Rp 20.000 – Rp. 50.000. Responden restoran KFC dan A&W memilih ayam goreng sebagai menu yang paling disukai. Sebagian besar responden restoran KFC dan A&W memutuskan kunjungan ke restoran fast food tergantung situasi. Evaluasi pasca pembelian terdiri dari tanggapan responden setelah makan di restoran A&W cukup puas, sedangkan responden KFC menyatakan puas. Apabila harga di restoran fast food naik, maka sebagian responden pada restoran KFC dan A&W akan memilih untuk mengurangi frekuensi pembelian mereka.
Selain tahap proses pengambilan keputusan, hal lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelian konsumen adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Yunita (2008), Melaty (2005) dan Friza (2007) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk. Yunita (2008) menjelaskan bahwa terdapat dua peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian benih jagung hibrida yaitu pendapatan dan alasan pembelian. Menurut Melaty (2005) terdapat enam faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian di Restoran Imah Hejo. Faktor pertama terdiri dari variabel kekhasan rasa menu, kenyamanan, live music, jenis menu dan kebersihan. Faktor kedua terdiri dari variabel kecepatan pramusaji, harga, promosi, dan fasilitas. Faktor ketiga terdiri dari variabel pendapatan, pekerjaan, dan gaya hidup. Faktor keempat terdiri dari variabel lokasi, budaya, dan nama besar artis. Faktor kelima terdiri dari variabel saudara, keluarga dan teman. Dan Faktor keenam terdiri dar variabel waktu luang dan hobi. Sedangkan Friza (2007) mengungkapkan bahwa terdapat tiga atribut yang berpengaruh terhadap keputusan pemilihan restoran fast food yaitu variabel harga makanan, areal parkir, dan rasa makan yang dihidangkan. Hasil penelitian dari ketiga peneliti tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap jenis produk dan konsumen berbeda, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka akan berbeda pula.

2.2    Alat Analisis dalam Kajian Perilaku Konsumen
Dalam melakukan kajian penelitian mengenai perilaku konsumen, terdapat beberapa alat analisis yang sering digunakan, beberapa diantaranya yaitu, Analisis Regresi, Analisis Faktor, Important Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), Analisis Diagonal, analisis Deskriptif, Model Multi Atribut Angka Ideal, Analisis SAM, Analisis Diskriminan dan Analisis sikap Fishbein. Masing-masing alat tersebut digunakan untuk meneliti dan menganalisis setiap topic/kajian yang berbeda-beda dalam dalam perilaku konsumen. Yunita (2007) dan Saheda (2008), dalam melakukan penelitiannya mengenai perilaku konsumen menggunakan alat Analisis IPA dan CSI. Alat analisis tersebut digunakan karena penelitian yang mereka lakukan salah satunya bertujuan untuk menilai kepuasan konsumen. Dengan menggunakan IPA dan CSI dapat diketahui berada pada tingkat mana kepuasan konsumen terhadap produk benih jagung PT Pertani di Kecamatan Tanjung Medar, Kabupaten Sumedang dan benih padi Pandan wangi di Cianjur.
Melaty (2005) dan Friza (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik dan tahap proses pembelian konsumen, oleh karena itu kedua peneliti menggunakan alat analisis yang sama yaitu menggunakan Analisis Deskriptif. Analisis deskriptif merupakan metode yang tepat dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, dan  suatu sistem pemikiran. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan dalam tahap proses pembelian konsumen antara konsumen restoran Imah Hejo dan konsumen restoran fast food (KFC dan A&W) Bogor, hal ini diduga dikarenakan adanya perbedaan karakteristik jenis restoran diantara kedua restoran tesebut.
Dalam melakukan penelitian tentang perilaku konsumen, terutama untuk mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen, peneliti dapat menggunakan beberapa alat analisis yang berbeda. Yunita (2008) dalam penelitiannya mengenai produk benih Jagung Hibrida, menggunakan Analisis Regresi. Melaty (2005) menggunakan Analisis Faktor untuk meneliti restoran Imah Hejo, sedangkan friza (2007) menggunakan Analisis Diskriminan untuk meneliti restoran fast food (KFC dan A&W). Meskipun alat analisis  yang digunakan dan produk yang dikaji berbeda, ketiga peneliti tersebut melakukan penelitian dengan tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk.
Sedangkan untuk melakukan kajian terhadap preferensi dan sikap konsumen terhadap pembelian sutau produk seperti yang dilakukan oleh Friza (2007), dapat menggunakan Analisis Sikap Fishbein. Dengan demikian dapat diukur sikap konsumen terhadap restoran fast food (KFC dan A&W).

2.3    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen
Dalam melakukan pembelian, seorang konsumen akan melalui suatu tahapan proses keputusan pembelian dimana tahapan dan proses tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian sangat penting untuk diketahui agar pihak yang berkepentingan dalam melakukan pemasaran dapat menerapkan strategi pemasaran yang efektif kepada konsumen. Faktor-faktor tersebut juga perlu diketahui bagi suatu perusahaan untuk bertahan terutama dalam kondisi persaingan usaha yang ketat. Oleh karena itu, perlu dipelajari apakah suatu faktor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk tertentu. Dengan demikian, maka organisasi atau perusahaan dapat memasukkannya sebagai pertimbangan ketika menyusun kebijakan pemasarannya.
Suryadi (1995) dalam penelitianya memasukkan variabel pendapatan, pendidikan, usia, jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan agama untuk mengetahui variabel apa saja dari beberapa variabel tersebut yang menjadi faktor utama dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi telur dan daging unggas di Kotamadya Bogor. Pemilihan variabel-variabel tersebut disesuaikan dengan jenis produk dan konsumen yang ditelitinya. Dara Gita (2005) menggunakan variabel promosi, alokasi dana, jumlah keluarga, kualitas dan jenis papaya, pendapatan, pekerjaan, dan ketersediaan dalam penelitianya untuk menjadi variabel yang di uji sebagai faktor yang mempengaruhi pembelian papaya eksotik dibandingkan dengan papaya local di Kota Bogor, Depok dan Jakarta. Sedangkan Eveline (1998) memakai variabel pendapatan, pendidikan, dan harga untuk diteliti manakah variabel yang menjadi faktor paling berpengaruh dalam konsumsi produk buah segar Kotamadya Jakarta Timur. Bagi jenis produk produk yang berbeda, maka variabel yang dapat digunakan untuk dikaji umumnya juga berbeda dan beragam. Ketiga peneliti menggunakan variabel yang berbeda-beda disesuaikan dengan jenis produk yang diteliti dan konsumen yang dijadikan responden. Namun, dari ketiga peneliti tersebut terdapat persamaan variabel yang digunakan dalam penelitianya yaitu variabel pendapatan dan pendidikkan. Kedua variabel tersebut merupakan faktor internal yang berasal dari dalam diri konsumen yang diduga memiliki pengaruh terhadap proses keputusan pembelian. Faktor internal seperti pendapatan dan pendikan dapat digunakan menjadi variabel dalam kajian perilaku konsumen sebagai salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi keputusan pembelian bagi segala macam jenis konsumen termasuk petani.
Penelitian ini berjudul “Analisis Sikap Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Dalam Memilih Merek Benih Padi Bersertifikat Di Kabupaten Bogor”. Melalui penelitian sebelumnya dapat dilihat persamaan yang dimiliki yaitu topik penelitian dan komoditas terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Saheda (2008), perbedaan hanya terletak pada waktu dan lokasi penelitian. Sedangkan pada penelitian Friza (2007), Melaty (2005), Yunita (2007), kesamaan terdapat pada topik yang diteliti yaitu perilaku konsumen, perbedaaanya terletak pada komoditas, waktu dan tempat penelitian. Mengacu pada penelitian sebelumnya, penelitian ini dibuat untuk mengetahui dan mempelajari gambaran mengenai tahapan proses keputusan pembelian petani terhadap benih padi bersertifikat, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih merek benih padi bersertifikat, hingga sikap dan preferensi petani terhadap benih padi bersertifikat tersebut. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelian petani, variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu faktor internal yang meliputi variabel  usia, pendidikan terakhir dan pendapatan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari variabel ketersediaan benih, volume benih dalam kemasan, mutu benih (genetik, fisik, fisiologis), harga benih, promosi, kemasan, dan atribut fisik benih (hasil produksi,  ketahanan terhadap HPT, tahan rontok, tahan rebah, umur tanaman,  daya tumbuh,  dan bentuk tanaman). Variabel-variabel dalam faktor eksternal tersebut juga akan dijadikan sebagai atribut produk yang akan dianalisis untuk mengetahui sikap dan preferensi petani terhadap produk PT SHS dan PT Pertani. Penelitian ini akan dilakukan menggunakan analisis Deskriptif, analisis sikap Fishbein, dan analisis Faktor.
                                                                                                         






BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Perilaku Konsumen
Perilaku  konsumen didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004) sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Engel, et al (1994) definisi perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakannya. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang (Duncan, 2005).
 Proses pembelian suatu produk oleh konsumen dimulai ketika suatu kebutuhan mulai dirasakan dan dikenali, timbul kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh rangsangan internal yaitu kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar, haus, dan lain-lain atau berasal dari rangsangan eksternal seperti pengaruh atau promosi  dari berbagai sumber. Rangsangan eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan oleh dorongan internal. Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan terhadap suatu produk, maka kemungkinan konsumen akan berusaha untuk mencari lebih banyak informasi mengenai produk tersebut. Menurut Kotler (1997), sumber-sumber  informasi dapat diperoleh dari empat kelompok yaitu sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga); sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara); sumber umum  (media massa, organisasi); dan sumber pengalaman (penanganan, pemeriksaan penggunaan produk). Konsumen akan memusatkan perhatiannya terhadap ciri atau atribut produk. Ciri lain yang memperngaruhi tahap pencarian adalah situasi dan ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri (Engel et al, 1994).
Menurut Perner (2009) pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, seperti menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik, misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.

3.1.2 Preferensi Konsumen

                     Faktor yang merupakan bagian dari perilaku konsumen adalah preferensi konsumen. Preferensi konsumen dapat didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang di konsumsi. Preferensi konsumen menunjukan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada (Kotler, 2005). Preferensi ini terbentuk dari persepsi terhadap produk. Preferensi konsumen berhubungan dengan harapan konsumen akan suatu produk yang disukainya. Harapan konsumen diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan  jasa) dan kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2002). Dalam konteks kepuasan  pelanggan umumnya harapan merupakan perkiraan atau kenyakinan pelanggan tentang apa yang diterima. Menurut Kotler (2005) pada tahap evaluasi alternatif konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Preferensi seorang pembeli untuk suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai juga menyukai merek yang sama. Evaluasi alternatif adalah tahap dimana konsumen  mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih. Teori preferensi konsumen digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Suatu produk pada dasarnya adalah kumpulan atribut-atribut dan setiap produk, baik barang atau jasa dapat dideskripsikan dengan menyebutkan atributnya. Atribut produk dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap suatu produk. Konsumen melakukan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk dan memberikan kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk.

3.1.3 Proses Keputusan Pembelian Konsumen

                        Schiffman dan Kanuk (2003) dalam Anwar (2007) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Proses pembelian dimulai apabila konsumen menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Menurut Griffin dan Ebert (2003) kesadaran akan kebutuhan terjadi sewaktu konsumen memiliki peluang untuk mengubah kebiasaan untuk membeli. Terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen baik yang bersifat mental maupun fisik. Kelima tahapan tersebut adalah :
       a. Pengenalan Kebutuhan
                    Timbulnya kebutuhan merupakan proses pertama timbulnya permintaan, karena adanya keinginan dan kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Menurut Engel  et al (1995) pengenalan kebutuhan sebagai tahap awal pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individual dan pengaruh lingkungan. Pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.

       b. Pencarian Informasi
                    Kotler (2005) menyatakan konsumen yang tergugah akan kebutuhannya  terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Konsumen akan mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (Pencarian eksternal).



       c. Evaluasi Alternatif
                    Menurut engel et al (1995), evaluasi alternatif didefinisikan sebagai proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih.

       d. Keputusan Pembelian 
                    Konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai, ada dua faktor yang berada diantara niat pembelian  dan keputusan pembelian yaitu : (1) faktor sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif seseorang, (2) faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian (Kotler, 2005). Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu.  

       e. Hasil
                    Setelah pembelian terjadi konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang telah dilakukannya. Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan. Hasil evaluasi setelah terjadi pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika mereka puas maka kenyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya. Kepuasan berfungsi  mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi secara hokum.



3.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsmen
         Engel et al (1994) mengungkapkan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk yaitu ; (1) faktor lingkungan yang terdiri dari budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi, (2) faktor perbedaan individu yang terdiri dari sumberdaya konsumen, Motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi, dan (3) faktor psikologis,  terdiri  dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi tiap tahapan proses keputusan pembelian konsumen.
1. Faktor  Lingkungan
Lingkungan akan mempengaruhi proses keputusan yang  dilakukan konsumen, karena menurut Engel (1995) konsumen hidup dalam lingkungan yang komplek. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi proses keputusan konsumen yaitu :
a. Budaya 
Budaya merupakan faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh paling luas dan paling dalam terhadap perilaku. Hal ini dikarenakan budayalah yang menuntun keinginan dan perilaku seseorang dari kecil sampai tumbuh dewasa (Kotler, 1997). Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, sikap dan simbol lain bermakna melayani manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan mengevaluasi. Walupun konsumen bebas dalam menentukan pilihan namun karenan konsumen hidup dilingkungan dengan kebudayaan yang mempunyai batasan batasan tertentu, maka kebebasan tersebut juga dipengaruhi oleh nilainilai social budaya dan norma-norma masyarakat tersebut. Budaya mempengaruhi konsumen dalam tiga faktor yaitu (1) budaya mempengaruhi struktur konsumen, (2) budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan, (3) budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dari sebuah produk.

b. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat kedalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang di konsumsi konsumen (Sumarwan, 2002). Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh pendapatan, tetapi juga ditentukan oleh pekerjaan, prestasi, interaksi, pemilikan, orientasi, nilai, dan sebagainya.

c. Pengaruh Pribadi
Pengaruh pribadi adalah tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang  lain. Selain itu pengaruh pribadi berkaitan dengan cara-cara dimana kepercayaan, sikap dan perilaku konsumen dipengaruhi ketika orang lain digunakan sebagai kelompok acuan. Menurut kotler (2005) kelompok acuan terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap ataupun perilaku seseorang seperti keluarga, organisasi formal, dan lain-lainnya.


d. Keluarga
Keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh terhadap sikap dan perilaku individu. Setiap anggota keluarga memegang peranan penting dalam pemberi pengaruh, pengambilan keputusan, pembelian dan pemakaian.

e. Pengaruh Situasi
 Pengaruh situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Engel,  (1995) mengusulkan bahwa situasi konsumen dapat didefinisikan sebagai lima karakteristik umum, yaitu (1) lingkungan fisik, yang merupakan sifat nyata dari situsi konsumen, (2) lingkungan social, menyangkut ada tidaknya orang lain dalam situasi bersangkut, (3) waktu, (4) tugas, yaitu tujuan dan sasaran tertentu yang dimiliki konsumen dalam situasi dan, (5) keadaan antiseden atau suasana hati sementara.

2. Faktor Perbedaan Individu
Perbedaan individu merupakan faktor internal yang menggerakan perilaku. Engel et al (1994) menyatakan bahwa ada lima cara dimana konsumen mungkin berbeda sehingga berpengaruh terhadap perilaku konsumen yaitu
a. Sumberdaya Konsumen
 Sumberdaya yang dimiliki konsumen atau apa yang akan tersedia dimasa yang akan datang berperan penting dalam keputusan membelian. Setiap konsumen membawa tiga sumberdaya kedalam setiap situasi pengambilan keputusan yaitu sumber daya ekonomi (pendapatan dan kekayaan), sumber daya temporal (waktu) dan sumber daya kognitif (kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan pelbagai kegiatan pengolahan industri). Konsumen memiliki keterbatasan pada setiap sumberdaya yang dimilikinya sehingga konsumen harus mampu mengalokasikannya secara bijaksana.

b. Motivasi dan Keterlibatan 
Menurut Engel  et al (1994) motivasi dan keterlibatan merupakan kebutuhan variabel utama dalam motivasi. Kebutuhan didefinisikan sebagai berbedaan yang disadari  antara keadaan ideal dengan keadaan yang  sebenarnya sehingga dapat mengaktifkan perilaku. Motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi lebih kuat untuk memperoleh dan mengolah informasi serta  kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan kebutuhan yang diinginkan.

c. Pengetahuan 
Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan, himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar (Engel  et al, 1994). Pengetahuan konsumen  dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan produk mencakup atribut produk dan kepercayaanya, (2) pengetahuan pembeli, yaitu dimana dan kapan membeli, dan (3) pengetahuan pemakaian dilihat dari pengetahuan konsumen dan iklan.

d. Sikap 
Sikap merupakan keseluruhan evaluasi yang dilakukan konsumen. Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar baik dari pengalaman maupun dari yang lain. Intensitasnya, dukungan dan kepercayaannya adalah sikap penting dari sikap. Sementara kotler (1997) menyatakan bahwa sikap adalah evaluasi perasaan emosional dan kecenderungan tindakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa objek atau gagasan. 

e. Kepribadian, Gaya Hidup dan Demografi
 Kepribadian merupakan karakteristik psikologi yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap lingkunganya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, ketaatan, dan lain-lainnnya. Kepribadian dapat dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Gaya hidup adalah pola dimana seseorang hidup dan menghabiskan waktu serta uang yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opini seseorang. Faktor demografi akan menggambarkan karakteristik dari seorang konsumen. Beberapa karakteristik yang sangat penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis, kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama,suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga,dan lain-lain. 



            3. Faktor Psikologis
Faktor terakhir yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk adalah proses psikologis. Proses spikologis merupakan proses sentral yang membentuk aspek motivasi dan perilaku konsumen. Kotler (1997), menyebutkan bahwa pembelian yang dilakukan dipengaruhi oleh empat factor psikologis utama yaitu motivasi, preferensi, pengetahuan, keyakinan, dan pendirian. Proses psikologis meliputi : 
a. Pemrosesan Informasi
 Pemrosesan informasi di definisikan sebagai proses dimana rangsangan pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan di ambil lagi oleh konsumen untuk menilai alterntif-alternatif produk  (Engel  at al, 1994). Pemrosesan dapat dirinci menjadi lima tahap dasar yaitu pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan dan retensi.

b. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, atau perilaku. Terdapat empat jenis utama pembelajaran yaitu pembelajaran kognitif  yang berkenaan dengan proses mental yang menetukan retensi informasi, pengkondisian klasik yang berfokus pada pembelajaran melalui asosiasi stimulus respon, pengkondisian operant mempertimbangkan bagaimana perilaku dimodifikasi oleh pengukuh dan penghukum, dan pembelajaran  vicarious adalah suatu proses yang berusaha merubah perilaku dengan meminta individu mengamati  tindakan orang lain (model) dan akibat perilaku yang bersangkutan. 

c. Perubahan Sikap dan Perilaku
 Tahap yang terakhir dari proses psikologis ini adalah perubahan sikap dan perilaku. Perubahan dalam sikap dan perilaku adalah sasaran pemasaran yang lazim. Proses ini mencerminkan pengaruh psikologis dasar yang menjadi subjek dari beberapa dasawarsa penelitian yang intensif

3.1.5  Sikap
                    Sikap adalah evaluasi, perasaaan, dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan (Umar, 2005). Sehingga sikap akan menempatkan seseorang  dalam suatu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Sikap seseorang terhadap suatu produk dapat dipengaruhi oleh berbagai informasi. Informasi yang diberikan kedalam pemikiran seseorang dapat mengubah sikap atau menggerakannya untuk melakukan suatu tindakan.  Menurut Engel et al (1994) sikap merupakan suatu eveluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan.
                    Pandangan sikap yang lebih modern adalah dengan memandang sikap secara multidimensi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sikap multiatribut bermanfaat untuk menelusuri atribut apa saja yang menyebabkan konsumen bersikap positif atau negatif terhadap suatu produk atau merek. Manfaat lainnya adalah pembentukan dan pengubahan sikap dapat dilakukan melalui pembentukan atau pengubahan atribut yang bersangkutan.

3.1.6 Atribut Produk
                     Suatu produk pada dasarnya adalah kumpulan atribut-atribut dan setiap produk, baik barang atau jasa dapat dideskripsikan dengan menyebutkan atribut-atributnya. Atribut produk dapat dibedakan atas ciri-ciri, fungsi dan manfaat. Menurut Engel  et al (1994) atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan dimana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya. Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen.  Keunikan ini terlibat dari atribut yang dimiliki oleh produk. Atribut produk atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa ukuran karakteristik, komponen dan bagianbagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, jasa, penampilan, harga, susunan, maupun tanda merek (trade mark) dan lain-lain. Manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indra, dan manfaat non material, seperti kesehatan dan penghemat waktu.
                      Manfaat juga bisa berupa mafaat langsung dan manfaat tidak langsung. Konsumen dapat melakukan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk dan memberikan kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Hal penting dalam pengukuran produk antara lain mengidentifikasi kriteria evaluasi uang mencolok dan memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing produk (Engel et al, 1994) Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap produk merupakan kekuatan harapan dan keyakinan terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk dicerminkan oleh pengetahuan konsumen terhadap suatu produk dan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut.

3.2  Kerangka Pemikiran Operasional
Permintaan terhadap benih padi bersertifikat semakin meningkat seiring naiknya kebutuhan petani akan benih bermutu agar produktivitas pertanamannya tinggi. Menurut data ICN (2009) pada tahun tahun 2008, volume produksi benih padi bersertifikat mencapai 177 ribu ton, jumlah ini kurang lebih separuh dari kebutuhan benih padi nasional yang mencapai 360 ribu ton per tahun pada lahan padi nasional seluas 12,66 juta Ha. Sitorus (2009) juga mengungkapkan bahwa kemampuan industri benih nasional untuk memenuhi total kebutuhan benih padi nasional baru mencapai 47%. Artinya, lebih dari setengah kebutuhan benih padi nasional (53%) dipenuhi oleh benih non-sertifikat bermutu rendah yang dihasilkan petani dan penangkar lokal. Hal ini semakin memperkuat bahwa potensi peluang dalam industri benih nasional ini masih cukup besar. Tingginya tingkat permintaan dan peluang dalam industri tentunya menarik perhatian perusahaan untuk mendorong investasi mereka di sektor perbenihan, sehingga membuat banyak bermunculan merek benih padi yang ditawarkan oleh produsen benih baik oleh perusahaan BUMN maupun swasta dengan harga serta kualitas yang berbeda-beda. Hal tersebut menambah tinggi tingkat persaingan dalam industri. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk memasarkan produknya dan dituntut lebih baik dari pesaingnya agar dapat diterima pasar.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka diperlukan suatu pemahaman mengenai perilaku konsumen terutama sikap petani terhadap suatu merek benih padi agar produsen/perusahaan dapat mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan petani. Dalam setiap kegiatan konsumsinya, konsumen cenderung dihadapkan pada dua atau lebih pilihan alternatif, sehingga dalam proses pengambilan keputusan pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu. Penggunaan suatu produk tidak dapat ditentukan oleh satu faktor saja melainkan secara simultan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani antara lain usia, pendidikan terakhir dan pendapatan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari ketersediaan benih, volume benih dalam kemasan, mutu benih (genetik, fisik, fisiologis), harga benih, promosi, kemasan , dan atribut fisik benih ( hasil produksi,  ketahanan terhadap HPT, tahan rontok, tahan rebah, umur tanaman,  daya tumbuh,  dan bentuk tanaman). Faktor-faktor tersebut akan membentuk pola terhadap suatu merek benih padi. Tindakan selanjutnya dari keputusan petani adalah pembelian dan pemakaian. Kerangka pemikiran operasional selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

















Persaingan Produsen Benih Padi
Perilaku Petani
Faktor Eksternal :

o   Harga beli benih
o   Ketersediaan benih
o   Kemasan Benih
o   Volume benih dalam kemasan
o   Mutu benih (genetik, fisik, fisiologis)
o   Promosi
o   Kemasan

Faktor Internal :
·         Usia
·         Pendidikan
·         Pendapatan
Analisis Multiatribut Fishbein
Analisis Faktor
Preferensi Petani
Pemilihan Merek Benih Padi
Analisis Deskriptif

Proses Pengambilan Keputusan/keputusan Pembelian
Kebutuhan dan Permintaan Petani
 





































                                            Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

BAB IV

METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.  Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan mempertimbangkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Lahan pertanian yang ada di Kabupaten Bogor mencapai hingga 88.267 Ha. Meskipun saat ini Bogor sedang mengalami beberapa permasalahan pertanian, salah satunya menyangkut penyempitan lahan untuk pertanian akibat adanya alih fungsi lahan menjadi bangunan perumahan dan sebagainya, namun Bogor tetap memiliki potensi untuk pengembangan produksi padi yang cukup besar yaitu dengan pemanfaatan lahan tidur yang terdapat di sejumlah wilayah di Kabupaten Bogor. Luas lahan tidur yang ada di wilayah Kabupaten Bogor adalah sebanyak 8.250 Ha, lahan tidur tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Penelitian dilakukan pada beberapa lokasi sentra produksi padi di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Ciriu, Jonggol, dan Darmaga. Diharapkan pada lokasi tersebut dapat ditemui banyak petani padi yang bisa dijadikan responden untuk mengetahui bagaimana preferensinya terhadap pemilihan merek benih padi yang banyak beredar saat ini sesuai dengan tujuan dari penelitian.
Pertimbangan lainnya dalam pemilihan Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian juga tidak terlepas dari adanya lembaga pendidikan/perguruan tinggi dan penelitian di Bogor seperti IPB (Institut Pertanian Bogor) dan Litbang Pertanian, serta organisasi/kelembagaan petani seperti HKTI (Himpunan Kelompok Tani Indonesia) cabang Bogor yang dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan arus informasi teknologi yang cepat sehingga dapat menjadi salah satu pemicu bagi petani di wilayah Bogor ini untuk semakin selektif dalam memilih benih padi sebagai unsur/faktor penting bagi peningkatan produktivitas pertanamannya. Pengumpulan data di lokasi penelitian dilakukan pada bulan Maret- April 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui pemberian kuisoner, yang dilakukan dengan mewawancarai secara langsung para petani padi di Kabupaten Bogor yang menjadi responden.

2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, yang bersumber pada Buku-buku (Buku mengenai Benih Padi, Perilaku dan Preferensi Konsumen), Hasil-hasil penelitian (Jurnal dan Skripsi), Website, serta lembaga-lembaga atau instansi pemerintah yang terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, BP4k (Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan), BP3K, dan UPT (Unit Pelaksana Teknis).

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Snowball Sampling,  yaitu sampel dipilih berdasarkan informasi yang di  peroleh dari petugas penyuluh lapang (PPL) atau petani yang relevan untuk menunjuk calon responden. Data diperoleh melalui metode wawancara yang dilengkapi dengan kuisoner yang telah disiapkan. Petani yang menjadi responden ini adalah petani padi  yang menggunakan benih padi bersertifikat. Pemilihan metode ini dilakukan, karena adanya keterbatasan informasi atau data yang lengkap dalam populasi petani di Kabupaten Bogor, mengenai siapa saja petani dalam populasi tersebut yang menggunakan benih padi bersertifikat dan mana yang tidak menggunakan, sehingga dari beberapa orang sampel/responden yang telah diketahui sebelumnya mengenai informasinya (menggunakan atau tidak menggunakan benih bersertifikat) akan ditanyakan lebih lanjut untuk dapat menunjukkan beberapa orang lagi yang dapat dijadikan sampel/responden, begitu seterusnya sampai jumlah sampel/responden semakin bertambah hingga mencapai jumlah yang ditentukan.

4.4 Metode Analisis Data
     
Dalam Sebuah Penelitian alat ukur atau yang disebut sebaai instrumen penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif harus mempunyai validtas dan dapat dipercaya secara ilmiah. Valid jika skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan reliable jika alat ukur yang dibuat konsisten dan stabil. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sebelum pengolahan data langkah awal yang dilakukan adalah menguji validitas dan realibilitas kuesioner.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan tiga metode analisis yaitu analisis Deskriptif, analisis Faktor, dan Analisis Multiatribut Fishbein. Data yang diperoleh secara deskriptif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian oleh petani, serta analisis sikap Multiatribut Fishbein untuk mengetahui sikap petani terhadap berbagai atribut produk benih padi. Pengolahan data pada penelitian ini mengunakan bantuan software SPSS 17 dan paket aplikasi Microsoft office excel.

            4.4.1 Uji Instrument
                        1. Uji Validitas
Untuk menguji tingka validitas dalam penelitian digunakan teknik analisis Koefisien Korelasi Produk-Moment Perason.
2. Uji Realibilitas
    Pengujian realibilitas dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua, yaitu pengujian realibilitas dilakukan dengan membelah item-item instrumen menjadi dua kelompok, kemudian dijumlah dan dicari korelasinya.


4.4.2 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan dalam penggambaran data karakteristik konsumen (umur, jenis kelamin, status, pendidikan terakhir, penerimaan rata2rata per bulan serta pengeluaran rata2rata per bulan untuk makanan). Selain itu proses keputusan pembelian (pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi pembelian) yang dikumpulkan melalui kuesioner juga dianalisis dengan menggunakanan analisis deskriptif. Analisis deskriptif dipilih karena dinilai mampu mendeskripsikan dan menggambarkan karakteristik konsumen serta proses keputusan pembelian yang berlangsung dalam penelitian. Hasil jawaban kuisioner yang dinilai sama akan diklasifikasikan serta dihitung persentasenya. Karakteristik konsumen dan perilaku konsumen dalam proses keputusan pembelian dapat dilihat dari jawaban-jawaban yang paling dominan.
            4.4.3 Analisis Faktor
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor. Analisis faktor digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang dipertimbangkan atau mempengaruhi proses keputusan konsumen dalam memilih merek produk benih padi. Selain itu, analisis  ini memiliki kelebihan dalam menjelaskan hubungan antar variabel yang diduga mempengaruhi keputusan konsumen sehingga pihak manajemen perusahaan benih dapat menetapkan skala prioritas dalam kebijakannya. Variabel yang diduga mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan memilih merek benih padi adalah berjumlah 10 variabel independen. Variabel-variabel yang digunakan tersebut adalah:

X1  = Usia
X2  = Pendidikan terakhir
X3  = Pendapatan
X4  = Ketersediaan benih
X5  = Volume benih dalam kemasan
X6  = Harga benih
X7  = Promosi
X8  = Kemasan
X9  = Mutu benih (genetik, fisik, fisiologis)
X10 = Atribut fisik benih ( hasil produksi,  ketahanan terhadap HPT, tahan rontok,
 tahan rebah, umur tanaman,  daya tumbuh,  dan bentuk tanaman)

Tahap awal yang harus dilakukan dalam analisis faktor adalah menguji kelayakan variabel-variabel tersebut untuk analisis lebih lanjut dengan menggunakan alat pengujian Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO2MSA). Jika nilai KMO2MSA lebih besar dari 0.5 maka proses analisis dapat dilanjutkan. Tahap selanjutnya adalah melihat besaran variabel MSA sebagai indikator untuk menentukan variabel-variabel mana saja yang layak untuk dibuat analisis faktornya. Melalui analisis faktor akan diperoleh nilai communalities.
Nilai communalities  menunjukkan seberapa besar faktor yang terbentuk dapat menerangkan varian (ragam) suatu variabel. Jika nilai communalities  semakin tinggi, maka suatu variabel semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk dan semakin besar pula keragaman variabel tersebut yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Langkah selanjutnya ialah melakukan ekstraksi (extraction). Ekstraksi merupakan metode yang digunakan dalam analisis faktor untuk mereduksi data dari beberapa variabel menjadi beberapa faktor yang lebih sedikit. Metode yang paling sering digunakan dalam ekstraksi adalah analisis komponen utama. Dalam metode ini dapat dipertahankan semua faktor yang mempunyai nilai eigen value melebihi suatu nilai tertentu atau mempertahankan sejumlah tertentu faktor. Dalam metode ini akan ditemukan juga nilai loading yang dihasilkan oleh masing-masing variabel pada table component matrix.

            4.4.4 Analisis Multiatribut Fishbein

Formulasi Fishbein merupakan model multiatribut yang paling terkenal. Model Multiatribut Fishbein mengemukakan sikap dari seseorang konsumen terhadap sebuah objek. Model tersebut biasanya digunakan untuk mengukur sikap konsumen terhadap berbagai merek dari suatu produk. Model sikap fishbein pada prinsipnya akan menghitung Ao (Attitude toward the object), yaitu sikap seseorang sebuah objek yang dikelai lewat atribut-atribut yang melekat pada objek tersebut.
Model Fishbein dapat mengemukakan sikap konsumen terhadap objek tertentu didasarkan ada perangkat kepercayaan yang diringkas mengenai atribut objek bersangkutan yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut ini. Adapun langkah-langkah dari pengukuran sikap konsumen dengan model Fishbein adalah :           
1.      Menentukan atribut produk yang relevan, setiap produk memiliki banyak atribut yangt bisa menentukan sikap seseorang.
2.      Membuat pertanyaan untuk mengevaluasi tingkat kepentingan konsumen (e1) terhadap atribut produk. Setelah menentukan atribut, kemudian membuat prtanyaan tertutup untuk mengukur tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut tersebut, apakah penting atau tidak. Dengan jawaban untuk masing-masing skala adalah :

1= Sangat Tidak Penting
2= Tidak Penting
3= Netral
4= Penting
5= Sangat Penting

3.      Membuat pertanyaan untuk mengukur tingkat kepercayaan konsumen (b1). Langkah selanjutnya menanyakan kepada konsumen bagaimana keyakinannya terhadap atribut tersebut pada suatu merek. Dengan jawaban untuk masing-masing skala adalah :



1= Sangat Tidak Penting
2= Tidak Penting
3= Netral
4= Penting
5= Sangat Penting

4.      Mengukur sikap konsumen terhadap atribut produk.
Langkah terakhir adalah mengalikan skor tingkat kepercayaan (b1) rata-rata dengan skor tingkat kepentingan rata-rata sehingga didapat nilai sikap (A0) secara keseluruhan.







DAFTAR PUSTAKA


Antara News. 2010. Cirebon Penyumbang Beras Terbesar Jabar. http://antarajawabarat.com/lihat/berita/27245/cirebon-penyumbang-beras-terbesar-jabar [Diakses pada tanggal 2 November, 02:00 am].

Anwar, B. 2007. Analisis Preferensi Konsumsi Terhadap Ikan Hias Tawar (studi kasus di Bogor). Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Petanian. BPS. Jakarta.

Dara Gita. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pepaya Bangkok. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2010. Data Statistik Pertanian Padi. http://diperta.jabarprov.go.id
Duncan Tom. 2005. Principles of Advertising & IMC, Second Edition. McGraw-Hill, Inc. Bab 5
Engel. J.F, R.D. Blackwel, dan P.W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen Jilid I. Bina Aksara. Jakarta.
Eveline. 1988. Analisis Perilaku Konsumen Buah Segar Konsumen Rumah Tangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kotamadya Jakarta Timur. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Perttanian. IPB. Bogor.
Friza Dwi Elevyani Temmi. 2007. Analisis Sikap Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Memilih Restoran Fast Food (Kasus pada Restoran KFC Pajajaran dan A&W Botani Square Bogor). [Skripsi]. Faperta IPB

Indonesian Commercial Newsletter. 2009. Perkembangan Industri Benih Tanaman Pangan. http://www.datacon.co.id/Seed1-2009Ind.html [diakses pada tanggal 2 November, 01:36 am].

Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid I dan II Terjemahan Prenhalindo. Jakarta.
Kotler  p. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid I dan II Terjemahan Prenhalindo. Jakarta.
LL. Mustain. 2005. Strategi Pengembangan Benih Padi Bersertifikat Pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur. [Tesis]. MB IPB.

Melaty Sari Harum. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Oleh Konsumen Restoran Imah Hejo Kota Bogor. [Skripsi]. Faperta IPB.
Perner lars. 2009. Consumer Behaviour. http://www.consumerpsychologist.com/cb_Introduction.html.

Podesta Rosana. 2009. Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Pandan Wangi. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB.

Rahman A. 2008. Analisis Kepuasan Produk Susu Ultra Milk. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Saheda Amatu. 2008. Preferensi dan Kepuasaan Petani Terhadap benih Padi varietas Lokal Pandan wangi Di Kabupaten Cianjur. [Skripsi]. Fakultas Pertanian IPB.

Seruu online. 2010. Investasi Sektor Benih Naik 10%. http://www.seruu.com / /artikel/dunia-agro-industri/  [diakses pada tanggal 16 April, 00:49 am].

Sinar Tani Online. 2010. Industri Benih Di Tingkat Petani Solusi Jitu Mengatasi Persoalan Benih. http://www.sinartani.com/budidaya/industri-benih-tingkat-petani-solusi-jitu-mengatasi-persoalan-benih-1286772209.htm [diakses pada tanggal 4 November, 00:26 am].

Sitorus MT Felix. 2009. Benih Bersertifikat Basis Swasembada Beras. http://www.suarapembaruandaily//industri-benih-bersertifikat-09.htm [diakses pada tanggal 14 April, 00:48 am].

Suganda Her. 2010. Masihkah Jabar Produsen Padi Terbesar. http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/31474/masihkah-jabar-produsen-padi-terbesar [diakses pada tanggal 4 November, 02:46 am].

Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapanya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Suryadi. 1995. Analisi Preferensi dan Pola Konsumsi Keluarga Terhadap Komoditi Telur dan Daging Unggas di Daerah Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Tjiptono F. 2002. Strategi Pemasaran Edisi II.  ANDI. Jogjakarta
Yunita Vera. 2007. Analisis Kepuasan Petani Terhadap Benih Jagung Hibrida Produksi PT. PERTANI (Persero) Jakarta di Kecamatan Tanjung Medar Kabupaten Sumedang Jawa Barat. [Skripsi]. Faperta IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar